Leaf

Laman

Minggu, 09 Juni 2013

Kisah Kisagotami

Kisah Kisagotami
-----------------------------
Dahulu ada seorang wanita bernama Kisagotami, yang putra sulungnya meninggal. Dia begitu berduka hingga ia berkeliaran di jalanan membawa mayat anaknya dan meminta bantuan untuk menghidupkan kembali anaknya. Seorang pria yang baik dan bijaksana membawanya ke Sang Buddha.

Sang Buddha berkata, "Ambilkan segenggam biji sawi dan Aku akan menghidupkan kembali anakmu" Dengan sukacita Kisagotami memulai untuk mencari biji sawi tersebut. Kemudian Sang Buddha menambahkan, "Tetapi benih tersebut harus berasal dari keluarga yang belum mengenal kematian."

Kisagotami pergi dari pintu ke pintu di seluruh desa untuk meminta biji sawi, tapi semua orang berkata,

Agama apa yg paling baik

Agama apa yg paling baik ?

Seorang ahli dari kelompok
"The Theology Of Freedom"
dari Brazil
bernama Leonardo Boff
bertanya pd Dalai Lama
pemimpin umat Buddha
dari Tibet

"Yang Mulia,
apakah agama terbaik ?"
Leonardo Boff menduga
bahwa Dalai Lama
akan menjawab
"Agama Buddha dari Tibet
ato agama Oriental
yg lebih tua
dari agama Kristen."

Ternyata sambil tersenyum
Dalai Lama menjawab
"Agama terbaik yaitu
agama yg membuat anda
menjadi org yg lebih baik."

Sambil menutupi rasa malu
karna punya dugaan kurang baik
tentang Dalai Lama

Leonardo Boff bertanya lagi
"Apakah tanda agama
yg membuat kita
menjadi lebih baik? "

Sabtu, 08 Desember 2012

Kisah "Penjual Ikan"

Cerita, "Penjual Ikan"
Seseorang mulai berjualan ikan segar dipasar. Ia memasang papan pengumuman bertuliskan "Disini Jual Ikan Segar"

Tidak lama kemudian datanglah seorang pengunjung yang menanyakan tentang tulisannya. "Mengapa kau tuliskan kata :DISINI ? Bukankah semua orang sudah tau kalau kau berjualan DISINI , bukan DISANA?"

"Benar juga!" pikir si penjual ikan, lalu dihapusnya kata "DISINI" dan tinggallah tulisan "JUAL IKAN SEGAR".

Tidak lama kemudian datang pengunjung kedua yang juga menanyakan tulisannya.

"Mengapa kau pakai kata

Rabu, 14 November 2012

Yaksha Pengobar Kemarahan dan Dewa Sakra Devanam Indra


Foto: Yaksha Pengobar Kemarahan

dan Dewa Sakra Devanam Indra

 

Ketika membabarkan Dharma di Grdhrakuta (Puncak Gunung Nasar), Rajagrha, Sang Buddha

memberikan bimbingan kepada para murid dengan mengambil sebuah kisah sebagai contoh,

dulu pernah ada seorang Yaksha (makhluk halus) yang wajahnya sangat buruk, dia duduk

di kursi Dewa Sakra Devanam Indra (Raja Dewadari

Surga Tavatimsa) tanpa ijin, sudah tentu semua dewa langit merasa sangat

marah saat melihat perbuatannya ini dan terus menghujatnya, mereka memintanya

agar segera pergi dari sana, akan tetapi ternyata makin dihujat, tubuh Yaksha

ini makin tumbuh besar dan makin enak dipandang.

Dewa Sakra

Devanam Indradatang ke Aula Langit dan mencegah para

dewa dari menghujat Yaksha, dia menjelaskan bahwa Yaksha ini bernama “Pengobar

Kemarahan”, hobbinya adalah membangkitkan amarah orang dan suka membuat

api kemarahan orang semakin berkobar. Dewa Sakra Devanam Indra lalu menawarkan

dupa kepada Yaksha dan berkata dengan sikap penuh hormat kepadanya: “Dewa agung! Saya adalah Sakra.” Ucapan ini

diulanginya selama tiga kali, setiap diucapkan sekali ternyata tubuh Yaksha makin

menyusut, terakhir kembali lagi ke ukuran tubuh dan wajah buruk seperti semula,

Yaksha ini juga segera kabur melarikan diri.

Dewa Sakra

Devanam Indra lalu menempati tempat duduknya dan berkata kepada para dewa: “Mulai sekarang, jangan ada seorang

pun dari kalian yang membangkitkan hati amarah, setiap orang harus bisa mengalah

selangkah, serta menghadapi sikap pemusuhan dengan hati tulus dan rendah diri;

jika tujuan ‘Pengobar Kemarahan’ tidak tercapai, dia tentu akan pergi sendiri.”

Meningkatkan

pengasuhan diri dan bersikap hormat dalam menghadapi orang dan menangani

masalah

Sang Buddha mengambil kisah ini untuk memberi bimbingan kepada para murid, Dewa Sakra

Devanam Indra adalah penguasa para dewa, namun dia mampu mengendalikan nafsu keinginan

dan kegelapan batin, ini adalah sesuatu yang sungguh sulit untuk ditemukan,

kalian sebagai orang yang telah meninggalkan keduniawian dan sedang mencari

pencerahan dengan memusatkan perhatian pada ajaran Buddha, jadi kalian lebih-lebih

harus tahu menggunakan ajaran Buddha untuk mengendalikan kegelapan batin dan

kerisauan batin seperti hati amarah ini.

 

“Yaksha ‘Pengobar Kemarahan’ dalam kisah ini sebetulnya

tidak jauh dari diri kita. Ada orang yang hobbinya memang mempermainkan orang

lain, jika orang tampak marah, maka dirinya merasa senang sekali. Maka sebelum

timbul sebuah niat pikiran, kita harus mengingatkan diri sendiri: ‘Apakah saya

pantas marah terhadap perkataannya ini?’ Jangan hanya karena melihat sebuah ekspresi

wajah atau sebuah tindakan dari orang, emosi kita langsung terbangkitkan,

sebaliknya kita harus berterima kasih kepada pihak lawan dan menganggap dirinya

sebagai Bodhisattva yang menampakkan wujudnya untuk mendidik diri kita.”

 

Master mengajarkan, dunia ini merupakan dunia dari lima alam

kehidupan (alam surga, alam manusia, alam neraka, alam setan kelaparan dan alam

binatang), jadi kita memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pembinaan diri

di dalamnya, karena masa kehidupan lampau tidak bisa ditelusuri dan masa kehidupan

mendatang juga tidak dapat diperkirakan, maka kita hanya bisa mencengkam momen

yang ada sekarang juga. “Kita harus menganggap setiap orang yang kita temui

sebagai calon Buddha di masa mendatang, perlakukanlah dengan sikap hormat dan

menghargai, sepenuh hati memperhatikan konsep pemikiran dan cara memperlakukan

orang lain darinya. Dengan demikian, kita akan menemukan para Buddha dan

Bodhisattva di sekitar diri kita dan setiap orangnya tentu dapat mengajarkan

sesuatu pada diri kita.”  

Master mengatakan, jika ingin memberikan persembahan kepada ratusan, ribuan, bahkan

jutaan Buddha adalah tidak sulit, sebab diri setiap orang adalah Buddha hidup

yang memberikan pelajaran dan memberikan manfaat pada diri kita; jika kita

dapat belajar Dharma dari tubuh setiap orang, tentu jiwa kebijaksanaan kita

akan bisa tumbuh berkembang.

※ Dikutip dari Majalah Tzu Chi edisi 547

 

助人瞋與帝釋天的怒罵

 

佛陀在王舍城耆闍崛山對眾說法時舉例教眾,曾有一個面容醜惡的夜叉,擅自登上帝釋天的座位,天眾不斷對之怒罵,要夜叉趕快離開,但愈是罵他夜叉的身軀就變得愈大,而且容貌身形變得愈莊嚴。

帝釋天來到大堂制止天眾怒罵,並解說這類夜叉名為「助人瞋」,以引人生氣為樂,讓人瞋心愈熾。帝釋天手持香爐,恭敬地對夜叉說:「大仙!我是帝釋。」如此反覆三次,每說一次夜叉身體就縮小一點,最後回復又黑又小的醜惡形貌快速逃離。

帝釋天登座告訴諸天眾,不要生瞋恚心,要退一步,用虔誠、謙卑的心應對;「助人瞋」的心願得不到滿足,就會自行退離。

提升自我修養恭敬心態待人處事

佛陀引以教導弟子,帝釋居天王位受諸欲樂,還能調伏心欲、無明實為難得,大家出家求道、專注學佛,更應懂得運用佛法克制瞋心等無明煩惱。

「故事中『助人瞋』的夜叉,離我們並不遠。有的人喜歡捉弄人,見人生氣自己就很歡喜。因此在起心動念時,要自我警覺:『他說這句話,值得我生氣嗎?』不要看到一個臉色、一個動作就生氣,反而要感恩對方是提升自我修養的菩薩,現境來為我教育。」

上人教示,人間是五趣雜居地,有很多修行機會,過去生無從追溯,未來事無法預測,唯有把握當下。「將生活中遇到的每個人都當成佛,以恭敬、尊重的心相待,用心觀察、體會其人生觀念與待人處事方法。如此諸佛菩薩都在身邊,每一個人都可以教育自己。」

上人言,要供養百千萬億諸佛並不困難,每一個人身上都是活的教育,都能利益我們;若能從每一個人的身上學法,就能增長慧命。

※本文摘自《慈濟月刊》547期
Ketika membabarkan Dharma di Grdhrakuta (Puncak Gunung Nasar), Rajagaha, Sang Buddha

memberikan bimbingan kepada para murid dengan mengambil sebuah kisah sebagai contoh,

dulu pernah ada seorang Yaksha (makhluk halus) yang wajahnya sangat buruk, dia duduk

di kursi Dewa Sakra Devanam Indra (Raja Dewadari

Surga Tavatimsa) tanpa ijin, sudah tentu semua dewa langit merasa sangat

marah saat melihat perbuatannya ini dan terus menghujatnya, mereka memintanya

agar segera pergi dari sana, akan tetapi ternyata

Kue beracun untuk Kakak

Foto: Alkisah di China,
terdapat 2 orang kakak beradik yg berbeda ibu.

Ibu si kakak sudah lama meninggal.
Kini dia tinggal bersama ayah, ibu tiri & adik tirinya.

Sang kakak menanam pohon labu & dgn rajin memeliharanya hingga tumbuh besar.

Suatu hari mereka mendengar kabar bahwa raja sedang sakit parah,
tabib istana mengatakan bahwa labu kembar dpt menyembuhkan penyakit raja.

Maka di adakan sayembara,
barangsiapa yg memiliki labu kembar akan mendapat satu peti emas.

Sang kakak segera memberitahu pd keluarganya.

Pada hari keberangkatan sang kakak ke ibukota,
ibu memanggil si adik ke dlm dapur,
"Ada 2 ptg kue, yg polos & bergambar bunga.
Berilah kakakmu kue yg bergambar bunga,
sebab ibu telah memberi racun di dalamnya."

"Kenapa ibu ingin membunuh kakak?
Bukankah ibu juga menyayangi kakak?"

"Ibu memang menyayanginya,
tapi kamu adalah anakku & ibu tdk rela bila kakakmu mendapatkan emas itu,
maka biarlah dia memakan kue beracun ini."

Kemudian si adik membawa kue itu ke kakaknya,
"Adikku, tunggu kakak ya,
kakak berjanji akan segera pulang & membeli banyak oleh² untuk mu dari kota & uang emas hadiahnya u/ kita bersama !!"

Sang adik terdiam,
kemudian berkata pd kakaknya,
"Kakak, ibu memberi kita berdua kue, makanlah tapi aku ingin kue yg bergambar bunga."

Setelah itu si adik dgn lahap memakan kue beracun itu.

Setelah kepergian kakaknya,
dia berkata pd ibunya,
"Ibu, kue beracun itu telah kumakan,
kakak sangat baik kepadaku, mana mungkin aku tega membunuhnya.
Setelah aku mati, sayangilah dia seperti ibu menyayangiku..."

Ibunya yg mendengarnya kemudian memeluknya,
"Anak bodoh, tdk ada racun sama sekali di kue bergambar bunga itu.
Ibu hanya menguji rasa sayangmu pd kakakmu,
ibu kuatir kamu mjd iri dgn kemujuran kakakmu..."

Pesan Moral,
"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.

By bbm frenz
Alkisah di China,
terdapat 2 orang kakak beradik yg berbeda ibu.

Ibu si kakak sudah lama meninggal.
Kini dia tinggal bersama ayah, ibu tiri & adik tirinya.

Sang kakak menanam pohon labu & dgn rajin memeliharanya hingga tumbuh besar.

Suatu hari mereka mendengar kabar bahwa raja sedang sakit parah,
tabib istana mengatakan bahwa labu kembar dpt menyembuhkan penyakit raja.

Maka di adakan sayembara,
barangsiapa yg memiliki labu kembar akan mendapat satu peti emas.

Sang kakak segera memberitahu pd keluarganya.

Pada hari keberangkatan sang kakak ke ibukota,
ibu memanggil si adik ke dlm dapur,
"Ada 2 ptg kue, yg polos & bergambar bunga.
Berilah kakakmu kue yg

Selasa, 13 November 2012

Kisah Cakkhupala Thera

Foto: Kisah Cakkhupala Thera

Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengujunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.

“Iiih…, mengapa banyak serangga yang mati di sini?” seru seorang bhikkhu. “Aah, jangan jangan…”, celetuk yang lain. “Jangan-jangan apa?” sergah beberapa bhikkhu. “Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!” jawabnya. “Kok bisa begitu?” tanya yang lain lagi. “Begini, sebelum sang thera berdiam disini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya.”

“Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!” seru beberapa bhikkhu. “Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya”, timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut.

Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa “Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!”

Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, “Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?”

“Tidak bhante”, jawab mereka serempak.

Sang Buddha kemudian menjawab, “Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. Ia telah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh.”

“Bagaimana seorang yang telah mencapai arahat tetapi matanya buta?” tanya beberapa bhikkhu.

Maka Sang Buddha menceritakan kisah di bawah ini:

Pada kehidupan lampau, Cakkhupala pernah terlahir sebagai seorang tabib yang handal. Suatu ketika datang seorang wanita miskin. “Tuan, tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini. Karena miskin, saya tak bisa membayar pertolongan tuan dengan uang. Tetapi, apabila sembuh, saya berjanji dengan anak-anak saya akan menjadi pembantu tuan”, pinta wanita itu. Permintaan itu disanggupi oleh sang tabib.

Perlahan-lahan penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, wanita itu menjadi ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib, bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malahan bertambah parah.

Setelah diperiksa dengan cermat, sang tabib tahu bahwa wanita miskin itu telah berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak diperlihatkan kepada wanita itu. “Oh, kalau begitu akan kuganti obatmu”, demikian jawabnya. “Nantikan pembalasanku!” serunya dalam hati. Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena pembalasan sang tabib.

Sebagai akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada banyak kehidupan selanjutnya.

Mengakhiri ceritanya, Sang Buddha kemudian membabarkan syair di bawah ini:

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin,
pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat,
maka penderitaan akan mengikutinya,
bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, di antara para bhikkhu yang hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat dengan mempunyai kemampuan batin analitis ‘Pandangan Terang’ (pati-sambhida).

=====================
Video: 
http://www.youtube.com/watch?v=x_p_rc2yeYU&feature=player_embedded
Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengujunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.

“Iiih…, mengapa banyak serangga yang mati di sini?” seru seorang bhikkhu. “Aah, jangan jangan…”, celetuk yang lain. “Jangan-jangan apa?” sergah beberapa bhikkhu. “Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!” jawabnya. “Kok bisa begitu?” tanya yang lain lagi. “Begini, sebelum sang thera berdiam disini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya.”

“Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!” seru beberapa bhikkhu. “Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya”, timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut.

Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa “Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!”

Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, “Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?”

“Tidak bhante”, jawab mereka serempak.

Sang Buddha kemudian menjawab,

Riwayat Hidup Buddha Gotama

 
Sang Buddha lahir di antara suku Sakya, di sebuah kerajaan di negeri yang sekarang bernama Nepal. Raja di sana bernama Suddhodhana, permaisurinya adalah Ratu Maya. Meskipun Raja Suddhodana dan Ratu Maya sudah lama menikah, namun anak yang sangat mereka dambakan belum juga mereka peroleh, sampai pada suatu waktu Ratu Maya mencapai umur 45 tahun. Ketika itu Ratu Maya ikut serta dalam perayaan Asadha yang berlangsung tujuh hari lamanya. Setelah perayaan selesai Ratu Maya mandi dengan air wangi, mengucapkan janji uposatha dan kemudian masuk ke kamar tidur.

Sewaktu tidur, Ratu Maya memperoleh impian yang aneh sekali. Ratu bermimpi bahwa empat orang Dewa Agung telah mengangkatnya dan membawanya ke Himava (Gunung Himalaya) dan meletakkannya di bawah pohon Sala di (lereng) Mannosilatala. Kemudian para istri Dewa-Dewa Agung tersebut memandikannya di danau Anotatta, menggosoknya dengan minyak wangi dan kemudian memakaikannya pakaian-pakaian yang biasanya dipakai oleh para dewata. Selanjutnya Ratu dipimpin masuk ke sebuah istana emas dan direbahkan di sebuah dipan yang bagus sekali. Di tempat itulah seekor gajah putih dengan memegang sekuntum bunga teratai dibelalainya memasuki kamar, mengelilingi dipan sebanyak tiga kali untuk kemudian memasuki perut Ratu Maya dari sebelah kanan.

Ratu memberitahu impian ini kepada Raja dan Raja kemudian memanggil para Brahmana untuk menanyakan arti dari impian tersebut. Para Brahmana menerangkan bahwa Ratu akan mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang Cakkavati (Raja dari semua Raja) atau seorang Buddha.

Memang sejak hari itu Ratu mengandung dan Ratu Maya dapat melihat dengan jelas bayi dalam kandungannya yang duduk dalam sikap meditasi dengan muka menghadap ke depan.

Sepuluh bulan kemudian di bulan Waisak Ratu memohon perkenan dari Raja untuk bersalin di rumah ibunya di Devadaha. Dalam perjalanan ke Devadaha tibalah rombongan Ratu di taman Lumbini (sekarang Rumminde di Pejwar, Nepal) yang indah sekali. Di kebun itu Ratu memerintahkan rombongan berhenti untuk beristirahat. Dengan gembira Ratu berjalan-jalan di taman dan berhenti di bawah pohon Sala. Pada waktu itulah Ratu merasa perutnya agak kurang enak. Secepatnya para dayang memasang tirai di sekeliling Ratu. Ratu berpegangan pada sebatang dahan pohon Sala, dan dalam sikap berdiri itu lahirlah bayi laki-laki. Waktu itu tepat bulan purnama di bulan Waisak, tahun 623 sebelum masehi (SM).

Empat Maha Brahma menerima bayi itu dengan jaring emas. Dari langit turunlah air hangat bercampur dingin untuk memandikan anak itu, walaupun sebetulnya sang bayi sudah bersih, tanpa darah yang melekat. Bayi itu kemudian berdiri tegak, berjalan tujuh langkah. Setiap dia menapak, di bawah kakinya tumbuhlah bunga teratai, lalu Ia berkata:

"Aggo `ham asmi lokassa
jettho `ham asmi lokassa
settho `ham asmi lokassa
ayam antima jati
natthi dani punabbhavo"


artinya adalah:

"Akulah pemimpin di dunia ini
akulah tertua di dunia ini
akulah teragung di dunia ini
inilah kelahiranku yang terakhir
tak akan ada tumimbal lahir lagi"

Seorang pertapa bernama Asita (juga di sebut Kaladevala) diberitahu oleh para dewa, bahwa telah lahir seorang bayi lelaki yang kelak menjadi seorang Buddha (Yang Sadar). Maka Asita pun berangkat ke tempat bangsa Sakya. Asita melihat sang bayi memiliki 32 tanda dari seorang Mahapurisa, ialah "orang besar": Asita segera memberi hormat kepada sang bayi, lalu Raja Suddhodhana menirunya. Asita tertawa bergembira, lalu kemudian menangis. Raja bertanya, mengapa? Pertapa itu menjelaskan, dia tertawa karena senang bahwa bayi itu akan menjadi Buddha kelak, tetapi dia menangis, karena dia sudah tua, tidak akan berkesempatan turut menerima ajaran-ajaran Sang Buddha itu.

Pertapa Asita meneruskan berkata wanti-wanti agar di masa pangeran tumbuh jangan diperbolehkan melihat empat hal, jika Raja tak ingin pangeran menjadi Buddha, ialah: orang tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa. Jika pangeran melihat empat jenis kehidupan itu, dia pasti akan meninggalkan istana. Pada hari yang sama, lahir pula (timbul) dalam dunia ini:

Yasodhara,
yang kemudian juga dikenal sebagai Rahula mata (ibu dari Rahula).
Ananda,
yang kelak menjadi pembantu tetap Sang Buddha.
Kanthaka,
yang kelak menjadi kuda Pangeran Siddhartha.
Channa,
yang kelak menjadi kusir Pangeran Siddhartha.
Kaludayi,
yang kelak mengundang Sang Buddha untuk berkunjung kembali ke Kanilavatthu.
Seekor gajah istana.
Pohon Bodhi,
di bawah pohon ini Pangeran Siddhartha kelak akan mendapatkan Agung.
Nidhikumbhi,
kendi tempat

Bagaimana Mengajarkan Agama Buddha Kepada Anak

 



Eko:"Wah, pusing nih, besok kalau gue meninggal kayaknya kagak disembahyangi nih, habis pegang hio, pasang foto gue dibilangin sama anak tidak boleh"

Sue: "Bukan loe aja, kalau bini gua beli banyak buah-buahan buat sembahyang, anak gue kagak ada satupun yang mau makan, katanya nggak boleh karena bekas sembahyang. Jadi daripada mesti buang, akhirnya beli seadanya saja"

Sugi:"Itu mah belum parah, yang parah tuh kalau gue lagi sembahyang leluhur dibilangin lagi sembah berhala, entar bisa jatuh ke Neraka"

Contoh pembicaraan di atas adalah cuplikan yang tidak jarang kita dengar, saat kita melayat di rumah duka. Apakah hanya sebatas itu yang Anda harapkan dari anak Anda? Apakah Anda takut tidak ada yang menyembah-yangkan sesudah Anda meninggal, atau sekadar ingin dia hanya ikut pasang-pasang hio, dan sebagainya.

Tidak demikian, sesung-guhnya yang kita inginkan adalah agar anak kita dapat

Aku Ingin Bahagia

Foto: Seseorang memohon kepada Buddha dan berkata: "Aku Ingin Bahagia".

Buddha menjawab: "Lepaskan 'Aku'; itu adalah Ego, lalu lepaskan 'Ingin'; itu adalah Nafsu. Maka yang tersisa hanya 'Bahagia'.

Selamat Malam, Semoga semua berbahagia.

Share jika Anda telah memahaminya :)
Seseorang memohon kepada Buddha dan berkata: "Aku Ingin Bahagia".

Buddha menjawab: "Lepaskan 'Aku'; itu adalah Ego, lalu lepaskan 'Ingin'; itu adalah Nafsu. Maka yang tersisa hanya 'Bahagia'. :D

Selamat Siang, Semoga semua berbahagia.

Share jika Anda telah memahaminya :)
Sumber :Artikel Buddhis

Reformasi Batin

Oleh : V.Nyana

PrologKetika sedang di depan televisi, terlihat dengan jelas bagaimana situasi tanah air saat ini yang diwarnai dengan peristiwa kekerasan, kerusuhan, krisis moneter, pertarungan politik, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa ini sedang berada dalam arus reformasi, dimana dituntut suatu perubahan sistem secara teratur dan sistematis. Proses reformasi ini memakan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Namun yang dibahas disini bukanlah reformasi seperti ini, namun yang dimaksud adalah reformasi sangat diperlukan oleh setiap orang, yang akan merubah tatanan berpikir seseorang, yang akan membawa kebahagiaan bagi setiap orang. Reformasi ini adalah Reformasi Batin kita sendiri.

Pada AwalnyaSaat Sang Boddhisatta sedang mencari

Buddhisme dan Sains

Foto: Buddhisme dikatakan sejalan dengan Sains atau Ilmu Pengetahuan karena beberapa sebab:

1. Sejalan dengan Cara berpikir ilmiah, TIDAK MUDAH PERCAYA. Bahkan ajaran Buddha sendiri meminta agar orang menguji ajarannya barulah diterima dan diyakini.

2. Sejalan dengan Fakta Evolusi (Sumber Evolusi Darwin). Dalam Sains, Fakata Evolusi merupakan akar dari perjalanan kehidupan dan ajaran Buddha TIDAK MENOLAK-nya.

3. Gravitasi atau Hukum Alam sebagai pencipta (sumber: Stephen Hawking) dan proses alam semesta sesuai dengan Hukum Alam. Dalam istilah Buddhis adalah NIYAMA, Hukum Alam. Jadi, tidak ada campur tangan sesuatu entah dinamakan pencipta, atau sejenisnya yang mengatur. Hukum Alam-lah yang berproses dan manusia mempunyai kebebasan dimana setiap perbuatan akan berbuah akibat.

4. Bersifat Universal. Sama seperti Sains yang berlaku bagi siapapun, ajaran Buddha tidaklah terikat oleh LABEL AGAMA. Agama apapun ataupun TIDAK BERAGAMA, dapat menerima ajaran Buddha, karena ajaran Buddha HANYA BERBICARA MENGENAI DERITA, SEBAB DERITA, JALAN MENUJU BERAKHIRNYA DERITA ATAU JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN SEJATI. 

=========Buddhisme dikatakan sejalan dengan Sains atau Ilmu Pengetahuan karena beberapa sebab:

1. Sejalan dengan Cara berpikir ilmiah, TIDAK MUDAH PERCAYA. Bahkan ajaran Buddha sendiri meminta agar orang menguji ajarannya barulah diterima dan diyak

ini.

2. Sejalan dengan Fakta Evolusi (Sumber Evolusi Darwin). Dalam Sains, Fakata Evolusi merupakan akar dari perjalanan kehidupan dan ajaran Buddha TIDAK MENOLAK-nya.

3. Gravitasi atau Hukum Alam sebagai pencipta (sumber: Stephen Hawking) dan proses alam semesta sesuai dengan Hukum Alam. Dalam istilah Buddhis

" MENURUT BUDDHA: ALAM SEMESTA TERCIPTA "

oleh TamanDharma Dot Kom pada 30 September 2010


Menurut pandangan Buddhis, alam semesta ini luas sekali. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Hal ini diterangkan oleh Sang Buddha sebagai jawaban atas pertanyaan bhikkhu Ananda dalam Anguttara Nikaya sebagai berikut :


Ananda apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika loka dhatu (tata surya kecil) ? ....... Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sineru, seribu jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana ....... Inilah, Ananda, yang dinamakan seribu tata surya kecil (sahassi culanika lokadhatu). * 


Ananda, seribu kali sahassi culanika lokadhatu dinamakan "Dvisahassi majjhimanika lokadhatu". Ananda, seribu kali Dvisahassi majjhimanika lokadhatu dinamakan "Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu". 

Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suara-Nya sampai terdengar di Tisahassi mahasahassi lokadhatu, ataupun melebihi itu lagi.


Sesuai dengan kutipan di atas dalam sebuah Dvisahassi Majjhimanika lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000 = 1.000.000 tata surya. Sedangkan dalam

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Marquee

Chinggu thx for coming to my blog